
Wilujeng Sumping
Selamat datang di (FDM) Forum Dunia Maya ini, Semoga kita dipersatukan karena kecintaan kita kepada ALLAH.
Terimakasih atas kunjungan anda.
Salam SUKSES..!!!
by: Indra Permana (B1J005131)
Agar Cinta Tak Bertepuk Sebelah Tangan
Benarkah engkau seorang pejuang? Mengaku diri sebagai pejuang, sebagai jundullah, sebagai aktivis, namun akhlak maupun tsaqafahnya tidak mencerminkan hal itu. Mengaku diri sebagai mujahid, namun niat ternoda oleh selain-Nya. Inilah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sindir di dalam Al Qur’an, “Apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan saja mengatakan ‘kami beriman’ sedang mereka tidak di uji lagi?” (QS. Al Ankaabut: 2-3)
Sang Pejuang Sejati
Masing-masing kita sebaiknya mengevaluasi diri, apakah kita memang sudah benar-benar menjadi pejuang di jalan-Nya atau jangan-jangan, baru sebatas khayalan dan angan-angan kosong belaka. Inginkan syurga, tetapi tidak siap menggadaikan diri, harta dan jiwa. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. 3:142). Ya, kita mengira akan masuk surga dengan pegorbanan yang sedikit, seakan ingin menyamakan diri dengan hukum ekonomi kapitalis, “Mendapatkan output yang sebesar-besarnya, semaksimal mungkin, dengan input yang seminimal mungkin.”
Aduhai…, sesungguhnya hari akhir itu adalah perkara yang besar. Dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi itu, sangat mahal harganya. Rasulullah SAW bersabda, “Generasi awal sukses karena zuhud dan teguhnya keyakinan, sedang ummat terakhir hancur karena kikir dan banyak berangan muluk kepada Allah.”
Saat nasyid-nasyid perjuangan dilantunkan, gemuruh di dalam dada menjadi berkobar-kobar untuk berjuang. Tetapi sayang, ternyata hanya tersimpan di dalam dada dan semangat itu ikut surut seiring dengan berakhirnya lantunan nasyid. Tidak keluar dalam amaliyah yang nyata. Demi Allah…, keimanan bukanlah dilihat dari yang paling keras teriakan takbirnya, bukan pula dari yang paling deras air matanya kala muhasabah, dan bukan pula dari yang paling ekspresif menunjukkan kemarahan kala melihat Israel menyerang Palestina. Bukan pula dari yang paling banyak simbol-simbol keagamaannya. Karena itu semua hanya sesaat. Sesungguhnya keistiqomahan dalam berjuang, itulah indikasi keimanan sang pejuang yang sebenarnya. Pejuang yang sabar menapaki hari-hari dengan mengibarkan panji Illahi Rabbi. Yang selalu bermujahadah mengamalkan Al Qur’an. Teguh pendirian. Tak kenal henti. Hingga terminal akhir, surga.
Pengorbanan
Apakah dengan memakai sedikit waktu untuk berda’wah, sudah menganggap diri telah melakukan totalitas perjuangan? Padahal para nabi tidaklah menjadikan da’wah ini hanya sekedarnya saja, tetapi sebagaimana dicantumkan dalam Surat Nuh ayat 5, "....Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam." Pun dalam surat Al Muzzamil, “Hai orang yang berkemul, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah." Sejak ayat itu turun, sang nabi akhir zaman selalu siaga dalam kehidupan. Bahkan, hingga menjelang ajalnya, Rasulullah tengah menyiapkan peperangan untuk menegakkan Al Haq.
Sang pejuang, tetapi makanannya adalah sebaik-baik makanan, dan pakaiannya adalah sebaik-baik pakaian. Dan dengan tanpa rasa berdosa, asyik menonton sinetron-sinetron cinta dan acara gosip, mendengar lagu-lagu cinta, berghibah, perut kenyang, banyak tidur, dan mengabaikan waktu, lalu berharap mendapatkan syurga? Sangatlah jauh… bagaikan punduk merindukan rembulan. Alangkah berbedanya dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Mush’ab bin Umair dan para sahabat yang lainnya. Yang setelah mendapatkan hidayah, mereka justru menjauhi kemewahan hidup. Mereka mampu secara ekonomi, tetapi mereka tidak rela menikmati dunia yang melalaikan.
Seorang pejuang harus memahami jalan mendaki yang akan dilaluinya. Sang Nabi tak pernah tertawa keras apatah lagi terbahak-bahak. Dan hal itu dikarenakan keimanan yang tinggi akan adanya hari akhir, akan adanya surga dan neraka. Ada amanah da’wah yang besar di pundaknya, lantas bagaimana mungkin seorang pejuang akan banyak bercanda? Imam Syahid Hasan Al Banna memasukkan “keseriusan” atau tidak banyak bergurau sebagai bagian dari 10 wasiatnya. Dan dikisahkan pula bahwa Sholahuddin Al Ayyubi tak pernah tertawa karena Palestina belum terbebaskan.
Keringnya suasana ruhiyah di lingkungan kita, bisa jadi karena di antara kita -saat di luar halaqah- jarang saling bertaushiyah tentang hari akhir. Bahkan sungguh aneh, dapat tertawa dan tidak menyimak ketika Al Qur’an dibacakan di dalam pembukaan ta’lim. Atau saat kaset murottal diputar, mengobrol tak mengindahkan. Yang mengindikasikan bahwa Al Qur’an itu baru sampai di tenggorokan saja. “Akan tiba suatu masa dalam ummat ketika orang membaca Al Qur’an, namun hanya sebatas tenggorokannya saja (tidak masuk ke dalam hatinya).” (HR. Muslim).
Dimanakah air mata keimanan? Ya Rabbi…, ampunilah kelemahan kami dalam menggusung panji-Mu…
Kederisasi generasi sebaiknya tidak melulu tentang pergerakan dan mengabaikan aspek keimanan. Keimanan harus senantiasa dihembuskan dimana saja karena ia adalah motor penggerak yang hakiki. Iman adalah akar.
20 Muwashofat Sang Pejuang
Setidaknya, ada 20 kriteria yang harus dimiliki pejuang, yang disarikan dari Al Qur’an dan hadits, yaitu :
- Aqidahnya bersih (Saliimul ‘aqiidah)
- Akhlaknya solid (Matiinul khuluqi)
- Ibadahnya benar (Shohiihul I’baadah)
- Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi)
- Pikirannya intelek (Mutsaqqoful fikri)
- Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi)
- Mampu berusaha mencari nafkah (Qaadiirun ‘alal kasbi)
- Efisien dalam memanfaatkan waktu (Hariisun ‘alal waqti)
- Bermanfaat bagi orang lain (Naafi’un lighoirihi)
- Selalu menghindari perkara yang samar-samar (Ba’iidun ‘anisy syubuhat)
- Senantiasa menjaga dan memelihara lisan (Hifdzul lisaan)
- Selalu istiqomah dalam kebenaran (istiqoomatun filhaqqi)
- Senantiasa menundukkan pandangan dan memelihara kehormatan (Gaddhul bashor wahifdul hurumat)
- Lemah lembut dan suka memaafkan (Latiifun wahubbul ‘afwi)
- Benar, jujur dan tegas (Al Haq, Al-amanah-wasyja’ah)
- Selalu yakin dalam tindakan (Mutayaqqinun fil’amal)
- Rendah hati (Tawadhu’)
- Berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina’)
- Senantiasa siap menolong (Mutanaashirun lighoirihi)
- Bersikap keras terhadap orang-orang kafir (Asysyidda’u ‘alal kuffar)
Penutup
Menjadi pejuang, hendaknya bukanlah angan-angan kita belaka. Menjadi pejuang, memiliki kriteria (muwashofat) yang harus di penuhi. Jangan sampai kita terkena hadits ini, “Akan datang suatu masa untuk ummatku ketika tidak lagi tersisa dari Al Qur’an kecuali mushafnya dan tidak tersisa Islam kecuali namanya dan mereka tetap saja menyebut diri mereka dengan nama ini meskipun mereka adalah orang yang terjauh darinya.” (Ibnu Babuya, Tsawab ul-A mal).
Pejuang di jalan-Nya hendaknya bukan dari kacamata kita, tetapi dari kacamata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alangkah ruginya bila kita menganggap diri sebagai pejuang, padahal dalam pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita tak ada apa-apanya. Maka, bersama-sama kita memuhasabahi diri, agar cinta kita kepada-Nya bukan hanya angan semata, agar cinta kita tak bertepuk sebelah tangan. Karena pembuktian cinta haruslah mengikuti dengan keinginan yang dicinta. Jika tidak, maka patut dipertanyakan kebenaran cintanya itu. Cinta sejati, tidak hanya dimulut dan disimpan di dalam dada saja, tetapi harus dibuktikan, agar sang kekasih percaya bahwa kita mencintainya. Kita mencintai-Nya dan Dia pun mencintai kita. “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya….” (QS. Al Maidah : 54 – 56).
Sabar dan Tsabat dalam Menghadapi Rintangan Dakwah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita dapati kejadian yang membutuhkan kesabaran. Sebab, hidup itu sendiri, memang, merupakan perjuangan yang tidak lepas dari segala macam tantangan. Dan sikap yang terbaik untuk menghadapinya adalah bersabar dan tidak gegabah.
Sabar atau tsabat timbul karena adanya tantangan. Sejauh seseorang dapat bersabar, sejauh itu pula ia berhasil menghadapi suatu tantangan. Dengan kata lain, kesabaran adalah buah kemenangan yang dicapai oleh seseorang dalam bertempur menghadapi tantangan. Hal ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, bahwa orang yang kuat adalah orang yang dapat menundukkan dirinya ketika ia hendak marah, mampu bersabar mengekang hawa nafsunya.
Manusia yang diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sejak dari Nabi Adam AS telah dipertemukan oleh Allah dengan pokok tantangan yaitu syaitan, yang juga sebagai musuh utama manusia. Hal demikian dimaksudkan oleh Allah untuk memilih dari seluruh menusia yang diciptakan-Nya, manusia-manusia yang akan menjadi khalifah-Nya di muka bumi.
Tugas khalifah, tugas untuk memimpin dan mengatur dunia, inilah yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia. Karena tugas khalifah di muka bumi ini merupakan tugas yang berat dan besar maka Allah SWT menghendaki khalifah-Nya yang mengemban tugas tersebut adalah mereka yang mampu menghadapi tantangan-tantangannya dan mampu bertahan, sabar, dan tetap berpegang teguh pada tali-tali ajaran-Nya.
Sabar adalah ekhususan manusia.
Telah disebut di muka bahwa sabar atau tsabat timbul karena adanya tantangan. Dan timbulnya tantangan karena adanya suatu kekuatan dan kehendak yang kebanyakan saling berbeda. Maka, suatu hal yang janggal apabila dikatakan bahwa seekor lalat sangat sabar, atau seekor kerbau sangat tabah dan sabar tatkala datang musim kering sehingga tidak ada suatu rumput pun yang tumbuh, umpamanya.
Yang demikian itu karena lalat dan kerbau itu mempunyai banyak kekurangan. Keduanya tidak mempunyai akal untuk berfikir dan memberikan pertimbangan-pertimbangan mengatakan kelaparan. Segala yang mereka perbuat hanya berdasarkan syahwat hayawaniyah dan karena insting semata.
Juga suatu hal yang sulit diterima, apabila dikatakan bahwa para malaikat itu sabar dan tabah. Sebab, para malaikat diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang selalu taat dan patuh manjalankan perintah-perintah-Nya dan tidak pernah berbuat maksiat sekalipun.
Dengan demikian, maka kesabaran ini menjadi kekhususan bagi manusia saja. Sebab, dalam diri manusia selalu terjadi dua hal yang saling bertolak belakang. Manusia telah dibekali dengan setumpuk petunjuk Allah untuk menghadapi segala macam tantangan, mulai dari petunjuk instink, panca indera, akal, sampai kepada agama--petunjuk yang paling sempurna. Tetapi, Allah tidak membiarkan manusia begitu saja menggunakan petunjuk-petunjuk-Nya tadi. Allah SWT masih akan mengujinya dengan berbagai macam bentuk ujian.
Allah berfirman, “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, “kami telah beriman “ sedang mereka tidak diuji lagi, dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang belum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang dusta.”
Syaitan sebagai musuh bebuyutan manusia selalu menggodanya melalui nafsunya, akalnya, bahkan agamanya sekalipun. Di sinilah terjadinya tantangan dan pergolakan dalam diri manusia. Hanya manusia-manusia yang tetap tegak, tsabat dan istiqamah dalam garis-garis Allah SWT yang akan memperoleh kemenangan.
Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah contoh konkret.
Pada dasarnya risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan para nabi sebelumnya adalah sesuai dengan fitrah manusia. Hal demikian menghendaki risalah yang dibebani oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW, akan diterima dengan mudah oleh umat manusia. Memang demikianlah halnya bagi orang-orang yang suci hatinya. Bersih dari penyakit kekufuran, kedengkian dan kebancian.
Dengan segala lapang dada mereka menerima risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Hal ini bisa dilihat pada orang-orang terdekatnya, Khodijah binti Khuwailid, Abu Bakar Shiddiq, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, dan lainnya. Tetapi, sunnatullah dalam berdakwah, menyiarkan kebenaran, menunjukan kenyataan lain.
Ketikan Rasulullah mulai bergerak menyiarkan dakwahnya secara terang-terangan di bukit Shofa, justru tantangan pertama kali datang dari paman beliau, Abu Jahal yang mengatakan kepada Rasulullah: “Celakalah engkau wahai Muhammad, hanya untuk inikah kiranya engkau mengumpulkan kami.”
Tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW tidak berhenti sampai disitu. Orang-orang Quraisy mengingkari dakwah Rasulullah SAW dengan dalih bahwa mereka tidak bisa meninggalkan agama warisan nenek moyang mereka yang telah mendarah daging. Semakin lama Rasulullah SAW menyiarkan risalahnya dan semakin tampak cahaya benderang, semakin gencar pula tantangan yang dihadapinya. Para sahabat beliau pun tidak luput dari gangguan orang musyrikin Quraisy.
Satu contoh ketabahan dan tsabat, dapat kita temui pada Rasulullah SAW. Pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang berjalan di sebuah lorong kota Mekkah. Datanglah ejekan, bahkan penghinaan dari beberapa orang.
Mereka menaburkan pasir di atas kepala Rasulullah SAW. Beliau meneruskan perjalanan sampai kembali ke rumahnya dan kepala Rasulullah SAW masih kotor dengan pasir. Melihat demikian, salah seorang putri Rasulullah beranjak hendak membersihkan pasir tersebut sambil menangis. Dengan penuh ketabahan Rasulullah SAW berkata kepada putrinya, “Wahai putriku, janganlah engkau menangis, karena sesungguhnya Allah yang akan melindungi bapakmu.”
Disamping Rasulullah sabar menghadapi segala cobaan ujian dan penganiyaan, beliau juga tetap tsabat, terus menekuni tugas sucinya (menyampaikan risalah) dengan berbagai macam usaha. Berdakwah siang dan malam, baik secara sembunyi dan terang-terangan, mendatangi para kaum ke tempat-temapat perkumpulan mereka.
Pada setiap musim haji Rasulullah SAW secara aktif menyampaikan kegiatan dakwahnya, menyampaikan kalimat Allah SWT yang haq kepada setiap orang yag ditemuinya, besar-kecil, kaya-miskin, hamba sahaya dan orang merdeka, mengajak mereka untuk menjadi pembela ajarannya, dan bagi mereka yang mau mengikuti Rasulullah SAW dijanjikan belasan syurga
Setiap Rasulullah SAW berhadapan dengan tantangan dakwah, beliau selalu menunjukkan sikapnya yang tetap tabah dan tsabat. Orang-orang Quraisy telah melakukan segala cara menghalangi dakwah Rasulullah SAW, tetapi semuanya tidak menunjukan hasil yang mereka inginkan, semuanya berakhir dengan sia-sia. Suatu ketika mereka hendak membujuk Rasulullah SAW datang kepada paman beliau, Abu Thalib. Mereka meminta tolong agar Abu Thalib bisa mempengaruhi Rasulullah SAW untuk meninggalkan dakwahnya. Rasulullah SAW menjawab dengan tegas.
Ketegaran dan ketabahan Rasulullah SAW dalam menghadapi segala tantangan dakwah ini, tercermin pula pada diri para sahabatnya. Bilal bin Rabah, diterlentangkan di bawah terik sinar matahari dan perutnya ditimbun dengan batu yang besar, dipaksa disuruh menyembah Latta dan Uzza dan meninggalkan ajaran Muhammad. Bilal menolak, dan tetap mengatakan, ”ahad, ahad” isyarat bahwa ia enggan menyembah, kecuali Tuhan yang satu/tunggal.
Ammar bin Yasir dan keluarganya disiksa kaum musyrikin di tengah padang pasir yang sangat panas. Ketika Rasulullah SAW mendapati mereka, beliau berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir.” Samiyyah yang dibunuh oleh Abu Jahal karena menolak segala permintaannya, kecuali satu, yaitu Islam.
Sebenarnya, para musuh dakwah tersebut tidak mengingkari akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi, karena adanya rasa dengki dan hasad dalam hati mereka dengan segala cara berusaha menghalangi perjalanan dakwah beliau.
Sabar dan tsabat mutlak diperlukan dalam dakwah.
Kehidupan dunia yang sangat kompleks dan sarat dengan berbagi ragam keadaan, membuat manusia tidak pernah sepi dari kemungkinan adanya bencana yang akan menimpanya. Berapa banyak manusia yang kandas cita-citanya, terserang penyakit, kehilangan harta, dan seterusnya. Ini merupakan sunnatullah di dunia yang penuh keanekaragaman
Kalaulah sunnatullah dalam kehidupan dunia dan pada diri manusia menghendaki demikian. Maka para pengemban dakwah akan lebih besar kemungkinannya untuk tertimpa kesusahan. Mereka adalah orang-orang yang mengajak kepada ajaran Allah SWT. Dalam waktu yang sama mereka akan mendapatakan perlawanan dari kaum thaghut.
Mereka mengajak kepada kebenaran, maka musuhnya adalah orang-orang yang mengajak berbuat batil. Ketika mereka menyuruh kepada hal-hal yag ma’ruf, mereka akan berhadapan dengan penyeru kemungkaran. Sunnatullah menghendaki terciptanya Adam dengan Iblis, Nabi Ibrahim dan raja Namrud, Musa dan Fir’aun, Muhammad SAW dan Abu Jahal. Allah menegaskan dalam firmannya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia, dan dari jenis jin, sebagai mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan indah untuk menipu.” (Q.S. 6/Al-An’am: 112)
Begitulah keadaan para nabi, para pewarisnya, dan siapa saja yang berdakwah di jalan-Nya. Namun, orang-orang mukmin yang yakin dan mengetahui umurnya di dunia sangat pendek, yang menyadari sunnatullah pada para rasul dan nabi serta para pengemban dakwah yang mengikuti jalan-Nya, merekalah orang-orang yang akan sabar menghadapi cobaan, tabah menerima ujian. Seperti disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Mereka yakin sepenuhnya bahwa segala apa yang menimpanya adalah sesuai dengan kadar yang telah tercatat. Segala cobaan yang menimpanya mereka pandang sebagai pelajaran yang berharga, pendidikan yang akan membuat jiwa dan keimanan semakin matang Walhasil, ketika mereka baru keluar dari penjara, umpamanya, bagaikan emas yang baru disepuh.
Maka hendaknya demikianlah halnya para pengemban dakwah, tidak akan pernah putus asa dan kehilangan harapan. Di dalam dirinya tertanam akidah yang kuat dan sejuta simpanan sebagai bekal dakwah dan senjata untuk menghadapi pergolakan hidup yang penuh tantangan. Wallahu a’lam bishshawab.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته